Okkots
Pemakaian kata ‘Okkots’ sebenarnya merupakan penyimpangan berbahasa, baik dalam berkomunikasi maupun dalam tulisan. Okkots sendiri berarti salah ucap atau salah bahasa yang maknanya salah pengucapan dalam bahasa Indonesia karena tidak sesuai dengan ejaan yang disempurnakan dan tidak tercantum dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Okkots bisa berarti menambahkan, mengurangi atau mengubah konsonan di ujung sebuah kata. Bentuk okkots yang paling sering ditemui dalam kehidupan sehari-hari adalah Okkots “N” & “NG”. Jadi, kata yang berakhir huruf “N” bissa menjadi “NG” begitu pula sebaliknya, kata yang berakhir huruf “NG” menjadi berakhir “N”.
Kata ‘Okkots’ itu kebanyakan dipopulerkan siswa dan mahasiswa Makassar yang belajar dan kuliah di luar Sulsel serta pengaruh komunikasi pergaulan mereka yang berasal dari berbagai kabupaten di Sulsel kemudian bertemu dalam komunikasi yang lebih elitis di Makassar. Bahasa ‘Okkots’ sama halnya dengan sebutan ‘ma’logat’ atau melupakan bahasa ibu-nya setelah hidup sekian lama di negeri orang, Cuma bedanya ‘Ma’logat’ merupakan cibiran atau sindiran terhadap orang yang melupakan asal usulnya, termasuk bahasa etnisnya. Hal ini berbeda dengan pemakaian bahasa ‘Okkots’ yang menurut saya merupakan ‘jalan damai’ dialek dalam Bahasa etnis (Bahasa Makassar) terhadap Bahasa nasional (Bahasa Indonesia).
Sejarah Okkots
Dalam bahasa Bugis Makassar sehari-hari, kita tidak mengenal adanya akhiran N di ujung sebuah kata, umumnya kata dalam Bahasa Bugis Makassar diakhiri dengan NG. Contoh nya: tudang (duduk), masserring (menyapu), dangkang (menjual), mappabbiring (beres-beres rumah) dll. & ketika Bahasa Indonesia mulai diperkenalkan, lidah orang Bugis Makassar yang terbiasa dengan NG, mencoba menyesuaikannya, namun alih-alih mampu menyesuaikan diri, yang terjadi malah kekacauan berupa kebingungan mengucapkan ujung setiap kata yang berakhiran N & NG. Kira-kira begitulah asal muasal terjadinya OKKOTS.
Contoh:
Kata “makan” terkadang menjadi “makang” —> penambahan konsonan “G” setelah huruf “N”
Kata “kandang” bissa berubah menjadi “kandan” —> pengurangan konsonan “G”.
Kata ‘Okkots’ itu kebanyakan dipopulerkan siswa dan mahasiswa Makassar yang belajar dan kuliah di luar Sulsel serta pengaruh komunikasi pergaulan mereka yang berasal dari berbagai kabupaten di Sulsel kemudian bertemu dalam komunikasi yang lebih elitis di Makassar. Bahasa ‘Okkots’ sama halnya dengan sebutan ‘ma’logat’ atau melupakan bahasa ibu-nya setelah hidup sekian lama di negeri orang, Cuma bedanya ‘Ma’logat’ merupakan cibiran atau sindiran terhadap orang yang melupakan asal usulnya, termasuk bahasa etnisnya. Hal ini berbeda dengan pemakaian bahasa ‘Okkots’ yang menurut saya merupakan ‘jalan damai’ dialek dalam Bahasa etnis (Bahasa Makassar) terhadap Bahasa nasional (Bahasa Indonesia).
Sejarah Okkots
Dalam bahasa Bugis Makassar sehari-hari, kita tidak mengenal adanya akhiran N di ujung sebuah kata, umumnya kata dalam Bahasa Bugis Makassar diakhiri dengan NG. Contoh nya: tudang (duduk), masserring (menyapu), dangkang (menjual), mappabbiring (beres-beres rumah) dll. & ketika Bahasa Indonesia mulai diperkenalkan, lidah orang Bugis Makassar yang terbiasa dengan NG, mencoba menyesuaikannya, namun alih-alih mampu menyesuaikan diri, yang terjadi malah kekacauan berupa kebingungan mengucapkan ujung setiap kata yang berakhiran N & NG. Kira-kira begitulah asal muasal terjadinya OKKOTS.
Contoh:
Kata “makan” terkadang menjadi “makang” —> penambahan konsonan “G” setelah huruf “N”
Kata “kandang” bissa berubah menjadi “kandan” —> pengurangan konsonan “G”.
okko" berasal dari istilah main dende dende kalau injak garis langsung dibilang okko". kata okkots berasal dari kata OKKO' dikasi OKKO' jadinya Okkots mi.... Kammanjo.
BalasHapus